Cinta akan menyakitkan jika hanya satu orang yang berkorban dan berjuang sendirian :))
Cinta, 1 kata 5 huruf
ini adalah kata yang melekat dalam kehidupan sehari-hari kita. Terkadang
nyata, terkadang absurd. Terkadang terungkap melalui kata, terkadang
terkunci oleh tatapan mata. Siapa yang mampu mendefinisikan cinta
sebenarnya? Apakah cinta melulu soal perhatian? Apakah cinta selalu
tentang penafsiran tak berdasar logika? Apakah cinta hanyalah dongeng
yang meninabobokan khayalan semalaman?
Orang bilang,
selogis-logisnya cinta, ia tetap menjadikan logika sebagai yang kedua,
yang pertama: KEGILAAN. Cinta dan kegilaan punya kesamaan, sama-sama tak
pasti, sama-sama tak punya teori. Oleh sebab ketidakpastian inilah yang
menyebabkan cinta butuh komitmen. Dalam definisi umum, komitmen adalah memikul
resiko dan konsekuensi dari keputusan tanpa mengeluh, dan menjalaninya
dengan sebagai bagian dari kehidupan yang terus berproses.
Komitmen jelas berbeda dengan perjanjian, karena perjanjian berdekatan
dengan pengikaran, sedangkan komitmen berdekatan dengan perjuangan.
Cinta butuh
komitmen? Jelas! Segala hal yang serius dan butuh kepastian juga harus
membutuhkan komitmen. Kalau cinta hanyalah “media” untuk mencari
kesenangan sesaat, lebih baik tak usah bermain-main dengan komitmen.
Komitmen bukan candaan, ia adalah “permainan” yang harus mematuhi
aturan. Peraturan tak berarti selalu mengekang, karena sebenarnya
peraturan dibuat untuk merangkul beberapa hal untuk mendisiplinkan
perasaan dan kepekaan. Tidak munafik memang kalau mengatakan komitmen
adalah hal yang sangat berat, karena komitmen butuh PENUNTUTAN, dan
cinta juga butuh penuntutan, menuntut seseorang yang dicintai menjadi
pribadi yang lebih baru dan lebih baik. Komitmen tentu menuntut
perubahan, perubahan ke arah yang lebih baik… bukan ke arah yang buruk.
Itu sebabnya ada komitmen, sebagai jaminan bahwa akan ada perubahan
selama seseorang bersama dengan orang yang ia cintai.
Banyak orang
bilang, cinta adalah sesuatu yang mengalir, tak perlu diatur, tak perlu
dikekang, dan tak perlu perjanjian. Dalam persepsi saya, justru
pernyataan itulah yang membuat seseorang terlihat tidak dewasa. Bagi
saya, pernyataan itu adalah pernyataan yang diucapkan oleh bibir-bibir
keangkuhan yang belum siap bertumbuh, mereka hanya berspekulasi untuk
menyelesaikan berbagai masalah yang ada di depannya, tanpa kesiapan dan
tanpa kesigapan. Itulah hal buruk yang bisa terjadi jika komitmen tak
tercipta dalam cinta.
Saat berumur
belasan tahun, cinta seperti permainan monopoli. Mengalir begitu saja,
sesuai angka dadu yang melesat. Itulah sebabnya ada yang disebut cinta
pertama, mengalir begitu saja, dan mata yang buta adalah petunjuk untuk
menemukan cahaya. Cinta pertama adalah cinta yang benar-benar buta,
karena yang pertama selalu saja tentang ketidaktahuan. Saat berumur 20
tahunan dan mulai serius dalam berpacaran, cinta mulai menemukan
tempatnya, cinta mulai menemukan bentuknya. Disinilah komitmen mulai
terbentuk, komitmen pula yang menyebabkan ada iklan “Telephone enggak
pernah! Sms enggak pernah! Aku enggak punya pulsaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!”
dari iklan itu kita bisa menarik kesimpulan, bahwa komitmen mutlak butuh
komunikasi. Saat menikah, komitmen bukan sekedar tentang komunikasi,
tapi komitmen mulai menunjukkan tubuhnya, komitmen mulai menciptakan
realita dan kenyataan. Komitmen dalam pernikahan tidak lagi tentang
“Telephone enggak pernah! Sms enggak pernah! Aku enggak punya
pulsaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!” tapi tentang menghadapi semua yang ada di
depan mata setelah seseorang berproses dari umur belasan tahun hingga
sampai pada suatu hubungan yang telah dikuduskan Tuhan, pernikahan. Saya
sempat berpikir bahwa pernikahan adalah “medan” untuk menguji
kedewasaan dan kematangan seseorang, dan sepertinya hal itu memang
benar.
Intinya, setiap
hubungan mutlak butuh komitmen. No metter what! Pacaran, temenan,
sahabatan, dan pernikahan bahkan musuhan sekalipun. Komitmen yang
membuat segalanya mengalir seperti kemauan kita, karena melalui komitmen
kita mampu mengendalikan semua hal menjadi lebih baik. Komitmen
mengurangi resiko sakit hati, karena komitmen tentang kepastian bukan
omong kosong pahlawan kesiangan. Dalam komitmen, butuh pengorbanan,
pengorbanan yang dilakukan oleh dua pihak. Cinta akan menyakitkan kalau
hanya satu orang yang berkorban dan berjuang sendirian.
Komitmenlah yang membuat setitik air mata menjadi perubahan yang tidak disangka. Selamat berkomitmen!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar