Rabu, 23 September 2015

Semua Tentangmu

Sebelum menulis ini, aku berusaha menghela napas beberapa kali. Aku baru selesai mengerjakan beberapa tugasku. Tidak lelah, tapi aku sedikit gamang. Tidak mudah menyelesaikan tulisan dengan perasaan berantakan seperti saat ini. Helaan napasku sebenarnya sederhana, hanya untuk menguatkan diri agar luka ditinggalkanmu tidak terasa begitu sakit lagi. Namun, nyatanya, semakin aku berusaha melupakanmu, semakin aku tidak bisa menerima perubahan yang terjadi di antara kita.

Malam itu, insiden salah pencet ternyata membuat kita begitu dekat. Kamu yang ternyata salah memencet huruf di Line-mu malah berbuntut pada percakapan kita hingga larut malam. Meskipun hanya melalui deretan huruf dan angka, entah mengapa kamu berhasil membuatku percaya bahwa cinta yang tulus itu masih ada. Kamu membuat aku sedikit demi sedikit meredam keegoisanku, biasanya aku selalu menuntut seseorang yang aku cintai untuk membalas pesanku hanya dalam hitungan detik. Tapi, denganmu, rasanya aku mulai bisa menerima kesibukan seseorang yang aku cintai.

Sehari setelah insiden yang berakhir menyenangkan itu. Aku mencari tahu tentangmu dari semua sosial mediamu
. Kita mungkin telah lama saling tahu, tapi tak ada yang berani memulai lebih dulu. Aku mengintip Instagram-mu. Dan, kulihat seorang pria yang atraktif serta energik, pria yang berhasil meraup perhatianku tanpa sisa. Setiap polah tingkahmu, membuatku mulai mengagumi semua karyamu. Aku jatuh cinta pada suara. Aku jatuh cinta pada semangatmu saat berbicara tentang idolamu. Aku jatuh cinta pada setiap gerak-gerik yang kamu tunjukan. Aku jatuh cinta pada rambut tipismu yang gondrong. Aku jatuh cinta pada mata merahmu yang selalu terlalu lelah. Aku jatuh cinta pada caramu bercerita. Aku jatuh cinta, sayangnya kau tidak.

Kamu berhasil memenjarakanku pada bayang-bayang yang aku buat sendiri. Ini bukan salahmu, jelas bukan salahmu, ini tentu salahku. Aku tidak bisa mengendalikan diri untuk tidak mencintaimu. Kamu terlalu gemerlap buatku yang gelap. Sinaranmu terlalu terang untuk aku yang selalu gamang. Aku tidak bisa memaksa diriku sendiri untuk tidak mencari tahu tentangmu dan semakin aku tahu tentangmu-- semakin aku tidak ingin komunikasi kita terhenti secepat ini.
Hampir setiap hari, kerjaanku mengintip Instagram-mu di sela-sela kesibukanku. Memang, hal ini hanya dilakukan oleh pengecut sepertiku, atau hanya dilakukan oleh gadis-gadis yang mencintai suara dan karyamu. Aku juga sadar diri, dibandingkan mereka yang jauh lebih sempurna, aku layaknya asap rokok yang terlihat hitungan detik, lalu segera hilang diburu angin. Aku pun sadar, rasanya tidak pantas jika gadis sepertiku berharap lebih dekat denganmu. Ya, walaupun aku tahu memang tak mungkin, tapi setidaknya aku ingin memperpanjang waktu berkenalan denganmu, meskipun mungkin semua akan berakhir sama yaitu -- menyakitkan.

Aku tidak berharap lebih, harapanku sebenarnya hanya ingin waktu berkenalan denganmu bisa lebih panjang. Karena kamu berhasil membuatku nyaman dan jika sehari tidak mendengar kabarmu, rasanya seperti aku sedang menjalani hari tanpa melibatkan jiwaku di dalamnya. Aku masih berharap bisa membaca setiap pesanmu, meskipun hanya sebatas tulisan. Aku masih berharap bisa membicarakan banyak hal tentang banyak cerita dan membicarakan hari-harimu yang menurutku terkesan begitu menyenangkan.
Maafkan jika ini terasa berlebihan. Aku tidak peduli jika kamu menganggapku berdrama. Aku juga tidak peduli jika kamu menganggapku terlalu berlebihan. Aku tidak peduli jika kamu memilih menjauh setelah tahu bahwa aku cuma gadis bodoh yang selalu melibatkan perasaan dalam setiap peristiwa yang aku alami. Aku tidak peduli jika hilangnya percakapan kita sebagai akibat bahwa kamu hanya ingin kita berteman biasa. Mungkin, aku terlihat makin menyebalkan dengan sikapku yang berlebihan. Tapi, percayalah, sekarang aku dalam keadaan mulai mencintaimu, dan menerima kenyataan bahwa kita tak lagi sedekat dulu; cukup membuatku sekarat karena memikirkanmu. Dengarlah, bersamamu pun sudah cukup membuatku merasa ada, maka mengapa aku harus menuntutmu menjadi milikku seutuhnya?

Apakah kamu tahu betapa buramnya hari-hariku tanpamu? Apakah kamu paham betapa aku lelah membalas setiap chat dari pria-pria yang sebenarnya tidak menarik bagiku, tapi itu semua aku lakukan karena aku ingin melupakanmu? Apakah kamu sadar, bahwa setiap aku membalas chat dari pria-pria itu, aku selalu berharap bisa menemukan pria yang sangat mirip denganmu. Aku berharap bisa menemukan dirimu dalam diri pria-pria yang berjuang keras mendekatiku. Sadarkah kamu, bahwa sebenarnya selama ini aku hanya menginginkanmu dalam hari-hariku?

Apakah kamu tahu, aku masih berharap bahwa suatu saat kita bisa bertemu? Aku masih berharap bisa melewati jalan  bersamamu, melihat sekolah De Britto tempat kamu pernah mengenyam pendidikan, melewati kampusmu yang sudah terlihat dari jembatan layang, menikmati kembang api di Alun-alun Utara Jogjakarta, membicarakan apapun sambil menatap matamu, dan kita menghabiskan malam di Jogjakarta hingga tidak ada ruang di hatiku yang tersisa-- seutuhnya penuh untukmu.

Apakah kamu tahu, aku sudah memilihmu sejak pertama kali kamu salah memencet huruf di-chat kita? Apakah kamu tahu, aku telah menjadikanmu satu-satunya ketika mungkin kamu hanya menjadikanku salah satunya? Apakah kamu tahu, aku masih menunggumu, menunggu pertemuan kita, menunggu segalanya yang mungkin tidak akan jadi nyata? Apakah kamu tahu, aku berharap Tuhan memutar ulang waktu, sehingga aku masih punya kesempatan untuk memperbaiki semua.

Beri aku kesempatan untuk menyanyikan cinta di telingamu. Beri aku kesempatan untuk menunjukan bahwa ketulusan itu masih ada. Beri aku kesempatan untuk memelukmu di bawah langit dan sekali lagi meyakinkanmu-- bahwa aku adalah penggemarmu nomor satu.

dari Chacha-mu
yang  diam-diam;
mendoakanmu
w/ love KartikaKrystal
@chachartika95

Tanpamu

"Aku masih merasakan udara yang sama. Masih berdiam ditempat yang sama. Tapi yang kurasakan tak lagi sama, kesunyiaan ini bernama tanpamu."
Sebenarnya, aku tidak pernah ingin semuanya berakhir. Saat semua terancang dengan hebat dan sempurna, saat perhatian-perhatian kecil itu menjelma menjadi candu rindu yang menancapkan getar-getar bahagia. Tapi, bukankah prediksi manusia selalu terbatas? Aku tidak bisa terus menahan dan mengubah sesuatu yang mungkin memang harus terjadi. Perpisahan harus terjadi, untuk pertemuan awal yang pasti akan memunculkan perasaan bahagia itu lagi.

Tidak dipungkiri dan aku tak harus menyangkal diri, bahwa selama rentan waktu tanpamu, aku merasa ada sesuatu yang hilang. Ketika pagi, kamu menyapaku dengan lembutnya. Saat siang, kamu sekedar mengingatkan untuk tidak terlambat makan. Saat sore, kamu menyapaku lagi, bercerita tentang hari-harimu, lelahmu dan bahagiamu pada hari itu. Saat malam, kamu menjerat pikiranku untuk berfokus pada suaramu yang mengalun lembut melewati lempengan-lempengan dingin handphoneku. Dan aku rindu, rindu semua hal yang bisa kita lalui hingga terasa waktu terlalu cepat berlalu saat kita melaluinya bersama.

Dan, akhirnya perpisahan itu tiba. Sesuatu yang selalu kita benci kedatangannya tapi harus selalu kita lewati tanpa kita tahu kapan itu akan terjadi. Dengan segala ketidaksiapan yang menggerogotiku, aku tetap harus melepaskanmu. Kau temukan jalanmu, aku temukan jalanku. Kita bahagia dalam jalan kita masing-masing. Kamu berpegang pada prinsipmu, aku berpegang pada perasaanku. Kita berbeda dan memang tak harus berjalan beriringan.

Semua berjalan dengan cepat. Sapa manjamu, tawa renyahmu, cerita lugumu, dan segala hal yang membuat otakku penuh karenamu. Dan, aku harus membuang dan menghapus itu semua dari memori otakku agar kamu  tak lagi mengendap-endap masuk ke dalam hatiku, lalu membuat kenangan itu menjadi nyata dan kembali menjadi realita. Mari mengikhlaskan, setelah ini akan ada pertemuan yang lebih menggetarkan hatimu dan hatiku, akan ada seseorang yang masuk ke dalam hidupmu dan hidupku, dia akan menjadi alasan terbesar saat doa terucap lalu aku dan kamu menyisipkan namanya. Selamat menemukan jalanmu.

Percayalah, bahwa perpisahan ini untuk membaikan hidupmu dan hidupku, bahwa setelah perpisahan ini akan ada rasa bahagia bertubi-tubi yang mengecupmu dengan seringnya. Percayalah bahwa pertemuan kita tidak sia-sia. Aku banyak belajar darimu dan aku berharap kau juga mengambil pelajaran dari pertemuan singkat ini. Semua butuh proses dan waktu saat kamu harus kehilangan sesuatu yang terbiasa kau rasakan. Baik-baik ya :)

w/ love KartikaKrystal
@chachartika95

TAK SEBERCANDA ITU

kata Sudjiwo Tedjo : "Jangan sengaja pergi agar dicari. Jangan sengaja lari biar dikejar. Berjuang tak sebercanda itu”


Mungkin ini yang disebut rasa, sedikit tetapi cukup.
Cukup membuat hati penuh di terasnya, bukan di dalamnya.
Mungkin memang iya.
Namun, beberapa ke-iya-an itu seringkali tersamar oleh ke-tidak-an yang kejam.
Karena aku tidak ingin menggiringmu.
Aku tak mau mendahului dan menuntunmu.
Karena aku tak mau mencampuri rasamu.
Rasamu.... rasamu, bukan rasa rasaku.
Karena aku tidak mau mengajakmu singgah di pelataran takdirku.
Aku hanya mempersilahkan, jika-jika kamu bersedia.
Itu saja.
Karena aku tidak ingin menatap mata bulat itu secara detail.
Aku takut bola mata itu memancarkan gemerlap yang akan menyinariku.
Tidak, aku tidak mau seperti itu.
Matamu itu, biarlah indah seperti itu.
Aku tidak akan menatapnya.
Karena aku bukan pemandangan yang bagus untuk mata indahmu.
Antara kau dan aku.
Antara benang merah yang terkait hingga membentuk kalimat penuh kekuatan.
Tetapi, aku tidak ingin menyeretmu dengan kekuatanku.
Kekuatanku terlalu kuat sepertinya.
Untuk semua kertas yang terbuang atau buku yang hangus.
Jangan sampai abunya membuat matamu perih.
Karena aku masih menginginkan kamu untuk bisa melihat yang indah.
Tetapi jangan diriku.
Aku akan menikmati senyum itu melalui CCTV-ku sendiri.

bagi saya memperjuangkan seseorang tak bisa dianggap sebagai main-main.. jika sayang, jika cinta, jika serius, dan jika kalian menganggap bahwa dia memang ditakdirkan untukmu, maka perjuangkanlah, milikilah, pertahankanlah.. karena penyesalan akan hadir dibelakang saat kalian tau bahwa memang dia lah yang harusnya kalian perjuangkan..dan jika hanya kamu yang berjuang sedangkan dia tidak ingin diperjuangkan, maka lepaskan..bagi saya orang-orang yang tak ingin berjuang tak pantas untuk diperjuangkan.. kita berhak mendapatkan yang lebih baik, yang sama-sama ingin berjuang, yang sama-sama ingin tercapai sebuah tujuan.. dan percayalah dia yang tak menghargai perjuanganmu, suatu saat dia yang akan menyesalinya, mencari, dan mengejarmu kembali.. kemudian disaat itu pilihan kita hanya dua, pertama kembali memperjuangkan orang yang pernah tak menghargai usaha kita, atau kedua melepaskannya dan kita mencari seseorang yang lebih baik yang ingin sama-sama berjuang :)

Selasa, 15 September 2015

Berharap Banyak :")

Rasanya semua terjadi begitu cepat, kita berkenalan lalu tiba-tiba merasakan perasaan yang aneh. Setiap hari rasanya berbeda dan tak lagi sama. Kamu hadir membawa banyak perubahan dalam hari-hariku. Hitam dan putih menjadi lebih berwarna ketika sosokmu hadir mengisi ruang-ruang kosong di hatiku. Tak ada percakapan yang biasa, seakan-akan semua terasa begitu ajaib dan luar biasa. Entahlah, perasaan ini bertumbuh melebihi batas yang kutahu.


Aku menjadi takut kehilangan kamu. Siksaan datang bertubi-tubi ketika tubuhmu tidak berada di sampingku. Kamu seperti mengendalikan otak dan hatiku, ada sebab yang tak kumengerti sedikitpun. Aku sulit jauh darimu, aku membutuhkanmu seperti aku butuh udara. Napasku akan tercekat jika sosokmu hilang dari pandangan mata. Salahkah jika kamu selalu ku nomorsatukan?

Tapi... entah mengapa sikapmu tidak seperti sikapku. Perhatianmu tak sedalam perhatianku. Tatapan matamu tak setajam tatapan mataku. Adakah kesalahan di antara aku dan kamu? Apakah kamu tak merasakan yang juga aku rasakan?

Kamu mungkin belum terlalu paham dengan perasaanku, karena kamu memang tak pernah sibuk memikirkanku. Berdosakah jika aku seringkali menjatuhkan air mata untukmu? Aku selalu kehilangan kamu, dan kamu juga selalu pergi tanpa meminta izin. Meminta izin? Memangnya aku siapa? Kekasihmu? Bodoh! Tolol! Hadir dalam mimpimu pun aku sudah bersyukur, apalagi bisa jadi milikmu seutuhnya. Mungkinkah? Bisakah?

Janjimu terlalu banyak hingga aku muak!!! , hingga aku lupa menghitung mana saja yang belum kamu tepati. Begitu sering kamu menyakiti, tapi kumaafkan lagi berkali-kali. Lihatlah aku yang hanya bisa terdiam dan membisu. Pandanglah aku yang mencintaimu dengan tulus namun kau hempaskan dengan begitu bulus. Seberapa tidak pentingkah aku? Apakah aku hanyalah persimpangan jalan yang selalu kau abaikan – juga kau tinggalkan?

Apakah aku tak berharga di matamu? Apakah aku hanyalah boneka yang selalu ikut aturanmu? Di mana letak hatimu?! Aku tak bisa bicara banyak, juga tak ingin mengutarakan semua yang terlanjur terjadi. Aku tak berhak berbicara tentang cinta, jika kau terus tulikan telinga. Aku tak mungkin bisa berkata rindu, jika berkali-kali kau ciptakan jarak yang semakin jauh. Aku tak bisa apa-apa selain memandangimu dan membawa namamu dalam percakapan panjangku dengan Tuhan.

Sadarkah jemarimu selalu lukai hatiku? Ingatkah perkataanmu selalu menghancurleburkan mimpi-mimpiku? Apakah aku tak pantas bahagia bersamamu? Terlau banyak pertanyaan. Aku muak sendiri. Aku mencintaimu yang belum tentu mencintaiku. Aku mengagumimu yang belum tentu paham dengan rasa kagumku.

Aku bukan siapa-siapa di matamu, dan tak akan pernah menjadi siapa-siapa. Sebenarnya, aku juga ingin tahu, di manakah kau letakkan hatiku yang selama ini kuberikan padamu. Tapi, kamu pasti enggan menjawab dan tak mau tahu soal rasa penasaranku. Siapakah seseorang yang telah beruntung karena memiliki hatimu?

Mungkin... semua memang salahku. Yang menganggap semuanya berubah sesuai keinginanku. Yang bermimpi bisa menjadikanmu lebih dari teman. Salahkah jika perasaanku bertumbuh melebihi batas kewajaran? Aku mencintaimu tidak hanya sebagai teman lelaki yang selalu disisiku, tapi juga sebagai seseorang yang bergitu bernilai dalam hidupku.

Namun, semua jauh dari harapku selama ini. Mungkin, memang aku yang terlalu berharap terlalu banyak. Akulah yang tak menyadari posisiku dan tak menyadari letakmu yang sengguh jauh dari genggaman tangan. Akulah yang bodoh. Akulah yang bersalah!

Tenanglah, tak perlu memerhatikanku lagi. Aku sudah terbiasa tersakiti, terutama jika sebabnya kamu. Tidak perlu basa-basi, aku bisa sendiri. Dan, kamu pasti tak sadar, aku berbohong jika aku bisa begitu mudah melupakanmu.

Menjauhlah. Aku ingin dekat-dekat dengan kesepian saja, di sana lukaku terobati, di sana tak kutemui orang sepertimu, yang berganti-ganti topeng dengan mudahnya, yang berkata sayang dengan gampangnya.

dari seseorang yang kehabisan cara
membuktikan rasa cintanya
w/ love Kartikakrystal
@chachartika95

Rabu, 09 September 2015

Mencintaimu secara Berlebihan!

Untuk yang selalu mengira, saya tak lagi mencintainya.... 


Pertama kali melihatmu di tempat yang disinari matahari terik itu, aku tak pernah menyangka bahwa kita bisa berada sampai titik ini. aku percaya tentang dunia yang berkonspirasi hanya untuk mempertemukan dua orang yang saling tak tahu dan tiba-tiba bisa punya perasaan rindu. Aku menyadari itu, namun aku tak pernah tahu apakah hatimu sama membiru.

Sejak saat itu, aku sering diam-diam menatapmu, dari sudut yang tak pernah kautahu. Tuhan kembali merahasikan kehendakNya, ketika entah dengan kekuatan apa, kita sering bertukar berita melalui BBM. Dan, aku sungguh sangat membenci hal itu, mengapa saat itu kugubris semua candaanmu? Mengapa saat itu kubiarkan kamu mengetuk pintu hatiku?
Aku pun juga tak tahu, apa ini cinta atau hanya rasa nyaman yang terlalu berlebihan? Apa ini mabuk kepayang atau hanya ketertarikan sesaat? Tapi, kalau kauingin tahu, akan aku bisikkan sesuatu. setiap kausapa aku lebih dulu, dan setiap jengkal detik yang kita gunakan untuk tertawa walau tanpa suara; aku sungguh menghargai saat-saat itu. Sejak kamu masuk dalam daftar orang yang kusebut dalam doa, kamu sudah berada di sana, di hatiku; yang dulu kuyakini tak akan lagi dihuni pria pendiam seperti kamu.
Kuterima diammu dengan cuma-cuma, kubalas sikap dinginmu tanpa banyak suara. Kuhargai semua bisumu yang hanya bisa munculkan tanya. Aku ingin tahu, apa sesungguhnya yang ada dalam hatimu? September beberapa tahun lalu, aku masih ingat kita pernah begitu hangat. Tak ada panggilan sayang, tak akan panggilan cinta, dan tak ada ungkapkan perasaan. Tapi, kupikir semua itu tak kita butuhkan, aku dan kamu sudah begitu asik dengan yang kita jaga selama ini. Sebentar, sebentar, kita jaga? Apakah memang benar-benar kita jaga? Ataukah hanya aku yang berjuang menjaga “kita” sendirian? Dan, enggan berhenti sebelum kesakitan?
Aku ingat percakapan kita kala itu, kata-kata di dalamnya tak pernah kulupa. Kalau aku bisa minta pada Tuhan untuk menyimpan semua dengan sangat rapi dan bisa mengulang peristiwa manis itu untuk kesekian kali, aku tak segan-segan berkorban apapun; asal kita bisa seperti dulu lagi. Tidak menjauh seperti ini.

Tapi, sekarang bukan lagi seperti dulu. Kamu tiba-tiba menjauh tanpa alasan yang tak kupahami. Aku ingat, kita tak ada lagi komunikasi. Kabarmu hanya kucuri-curi dari akun Twitter, path dan instagram-mu beritamu hanya kudengar dari hasil bertanya ke sana dan ke sini. Jujur, kalau kaumau tahu, aku tersiksa beberapa bulan ini. Terutama ketika bertemu denganmu, ketika menerima kenyataan bahwa kita telah berbeda. Kita bertemu tp kulihat sosokmu yang tak bisa kusentuh, setiap hari juga aku terus bisu berusaha tak bertanya soal perubahan sikapmu yang membuatku hampir meledak karena tak kunjung mengerti pikiranmu.
Apa yang bisa kulakukan agar aku tetap bertahan? Kularikan rasa rinduku ke dalam tulisan. Di sana aku bisa menangis pilu tanpa membuat tuli telingamu. Aku rindu kamu dan kamu nampaknya tak pernah tahu betapa selama berbulan-bulan ini, aku tak bisa berbuat banyak selain menunggu kamu bicara lebih dulu. Aku selalu kuat membisu, meskipun rasanya ini bodoh, entah mengapa aku tak ingin melupakanmu.
Kalau aku punya keberanian lebih, rasanya aku ingin bertanya sesuatu padamu. Seberapa butakah matamu sehingga kautak melihat perhatianku? Seberapa matinya perasaanmu hingga kautak sadar ada seseorang yang berjuang untukmu? Mengapa kaumudah mengakhiri yang kupikir bisa berjalan lebih lama dari ini? 
Kamu ini tega sekali, kamu tahu tidak rasanya jadinya perempuan yang memikul beban karena cintanya bertepuk sebelah tangan? Apa kamu tahu rasanya jadi aku, yang terus bertanya-tanya soal perasaanmu?

Apa kautahu rasanya bertemu dengan orang yang kaucintai, setiap hari, namun kauharus bertingkah seakan tak ada rasa, seakan kausudah lupa, seakan semua tak pernah terjadi? Kualami rasa sakit itu setiap hari tanpa bisa aku menyalahkan orang lain kecuali diri sendiri yang terlalu mencintaimu secara berlebih.

dari perempuan

yang  kauanggap perhatiannya hanya mainan
 yang kaupikir cintanya hanya bualan 
@chachartika95
w/ love kartika krystal

Mesin Waktu

Di tengah tugas yang berserakan, tulisan berceceran, dan tulisan-tulisan yang tak selesai ini; aku masih sempat memikirkanmu. Mataku yang berkunang-kunang, suara pendingin ruangan yang menambah kesan sunyi, dan jentikkan jemari di laptop-ku ternyata tak memberi pertolongan apapun. Hari ini, aku melihatmu dan sampai sekarang aku masih tak berani menyapamu. Rambutmu yang telah berubah makin gondrong, aroma tubuhmu yang bercampur dengan rokok itu, membawa kesan lain dalam hari-hariku. Aku merindukan itu, merindukan saat kita bisa berbicara malu-malu, bukan berjauhan seperti ini. Hal-hal yang terjadi di masa lalu yang hanya bisa dikembalikan oleh mesin waktu, dan aku tak punya mesin waktu. Itu berarti, aku tak dapat mengembalikan kamu yang dulu.
Kamu ingin tahu kabarku? Sampai saat ini, aku masih sering merindukanmu, dan rasa itu hanya terobati dengan melihat isi lini waktu akun Twitter-mu, rasa rindu yang terobati hanya dengan melihat percakapan kita beberapa tahun yang lalu. Logatmu, selalu terngiang di telingaku, bahkan ketika puluhan orang bertanya mengapa sosok pria perokok, berambut gondrong, dan berkumis tipis selalu nangkring di ingatanku? Aku hanya menjawab dengan senyum miris, dengan mata berair, dengan kata-kata yang tersirat, rasanya ingin kumuntahkan semua, bahwa sosok itu adalah kamu. Kamu telah menjelma secara magis dalam setiap tulisanku. Kamu, entah dengan kekuatan apa, mampu membuatku terluka parah seperti ini. 
aku sangat ingin kamu memerhatikanku seperti beberapa tahun lalu. Saat semua terasa masih begitu manis, saat pesan singkatmu, bbm-mu, dan sapaan ringanmu menjadi obat penenang sebelum aku terlelap. Rasanya waktu berjalan begitu cepat, beberapa tahun yang lalu rasanya kita baru kenalan, tapi mengapa sekarang kita telah berjauhan? Ah, andai aku punya mesin waktu, aku tak mau gubris semua percakapan kita, kalau tahu akan berakhir sesakit ini; aku tak mau terima kamu mengendap-endap masuk ke dalam hatiku.
Aku tahu, kamu pernah punya yang baru kemudian melupakanku, dan sekarang kamu dan dia telah mengakhiri hubungan kalian. Selama rentan waktu itu, tololnya aku masih mencintai kamu. Aku masih tak punya daya untuk melupakanmu. Kamu masih mampir di otakku, dalam berbagai rupa dan bentuk, dengan berbagai cara dan gaya. Aku jatuh cinta dan kamu tak mau tahu seberapa dalam perasaanku. Setiap kali melihatmu, rasanya aku ingin memelukmu semesra ketika kita bercakap di pesan singkat. Setiap memerhatikan gerak-gerikmu, saat kamu makan, memejamkan mata, merokok, mengangkat satu kakimu di kursi kantin, tawamu yang membuat keningmu berkerut, dan suaramu yang polos tapi menyenangkan itu.... rasanya aku ingin berteriak sekencang mungkin agar rasa yang tertahan bisa terluapkan. Aku tak bisa lupa mata itu, mata yang pertama kali bersinar sambil menjabat tanganku. Mata yang menarikku ke dalam jurang sedalam ini, mata yang cahayanya harusnya  kutolak mentah-mentah. 
Aku ingin tahu cara menolakmu, melupakanmu, dan meniadakan bayangmu. Seandainya aku punya mesin waktu, aku ingin mewujudkan keinginan itu, mengulang segala peristiwa yang terjadi di masalalu. 
aku ingin mengulang saat berada disana, menetap di sana, dan mungkin punya kisah cinta yang lebih sukses. Tapi, aku memilih berkuliah di sini, menetap disini, dan masih memiliki luang untuk bertemu kamu. Aku tahu Tuhan pasti punya rencana terbaik dan aku tak menyesali semua. Aku tak pernah meminta dan memohon agar aku mencintaimu, perasaan ini datang tanpa kumau, dan aku tak punya kuasa untuk menolak.

Tak banyak yang tahu bahwa aku sangat mencintaimu. Tak banyak yang tahu bahwa air mataku masih terjatuh untukmu, yang mereka tahu aku hanyalah persinggahanmu, yang menjadi pengiburmu. Padahal, mereka tak tahu betapa kita pernah berjalan begitu jauh dan pernah memimpikan jika perasaan ini berakhir dalam penyatuan. Tak banyak yang tahu, Sayang, dan sampai saat ini mereka hanya bisa menertawakan kisah kita, kisah yang tak selesai, penuh bualan. Jika memang aku tak serius, mengapa aku masih ingin memperjuangkanmu sampai saat ini? Jika memang aku  hanya main-main, mengapa aku masih menangis ketika bercerita tentangmu pada teman-teman kita? Mengapa? Kamu meringis dan tak bisa menjawab.
Andai aku punya mesin waktu, sebenarnya yang ingin aku ulang adalah masa-masa perkenalan kita, masa-masa saat aku dan kamu masih baik-baik saja. Andai aku punya mesin waktu, aku ingin mengubah sikap-sikap burukku yang mungkin menyebabkan kamu pergi secepat ini. Andai aku punya mesin waktu, aku ingin.... kamu kembali.

dari pengagummu
yang tak tahu diri.
@chachartika95 
Kartikakrystal

Rabu, 02 September 2015

Bayangkan Rasanya jadi Aku

Kamu pernah menjadi bagian hari-hariku. Setiap malam, sebelum tidur, kuhabiskan beberapa menit untuk membaca pesan singkatmu. Tawa kecilmu, kecupan berbentuk tulisan, dan canda kita selalu membuatku tersenyum diam-diam. Perasaan ini sangat dalam, sehingga aku memilih untuk memendam.
Jatuh cinta terjadi karena proses yang cukup panjang, itulah proses yang seharusnya aku lewati secara alamiah dan manusiawi. Proses yang panjang itu ternyata tak terjadi, pertama kali melihatmu; aku tahu suatu saat nanti kita bisa berada di status yang lebih spesial. Aku terlalu penasaran ketika mengetahui kehadiranmu mulai mengisi kekosongan hatiku. Kebahagiaanku mulai hadir ketika kamu menyapaku lebih dulu dalam pesan singkat. Semua begitu bahagia.... dulu.
Aku sudah berharap lebih. Kugantungkan harapanku padamu. Kuberikan sepenuhnya perhatianku untukmu. Sayangnya, semua hal itu seakan tak kau gubris. Kamu di sampingku, tapi getaran yang kuciptakan seakan tak benar-benar kaurasakan. Kamu berada di dekatku, namun segala perhatianku seperti menguap tak berbekas. Apakah kamu benar tidak memikirkan aku? Bukankah kata teman-temanmu, kamu adalah perenung yang seringkali menangis ketika memikirkan sesuatu yang begitu dalam? Temanmu bilang, kamu melankolis, senang memendam, dan enggan bertindak banyak. Kamu lebih senang menunggu. Benarkah kamu memang menunggu? Apalagi yang kau tunggu jika kau sudah tahu bahwa aku mencintaimu?
Tak mungkin kau tak tahu ada perasaan aneh di dadaku. Kekasihku yang belum sempat kumiliki, tak mungkin kau tak memahami perjuangan yang kulakukan untukmu. Kamu ingin tahu rasanya seperti aku? Dari awal, ketika kita pertama kali berkenalan, aku hanya ingin melihatmu bahagia. Senyummu adalah salah satu keteduhan yang paling ingin kulihat setiap hari. Dulu, aku berharap bisa menjadi salah satu sebab kau tersenyum setiap hari, tapi ternyata harapanku terlalu tinggi.
Semua telah berakhir. Tanpa ucapan pisah. Tanpa lambaian tangan. Tanpa kau jujur mengenai perasaanmu. Perjuanganku terhenti karena aku merasa tak pantas lagi berada di sisimu. Sudah ada seseorang yang baru, yang nampaknya jauh lebih baik dan sempurna daripada aku. Tentu saja, jika dia tak sempurna kau tak akan memilih dia menjadi satu-satunya bagimu.
Setelah tahu semua itu, apakah kamu pernah menilik sedikit saja perasaanku? Ini semua terasa aneh bagiku. Kita yang dulu sempat dekat, walaupun tak punya status apa-apa, meskipun berada dalam ketidakjelasan, tiba-tiba menjauh tanpa sebab. Aku yang terbiasa dengan sapaanmu di pesan singkat harus (terpaksa) ikhlas karena akhirnya kamu sibuk dengan kekasihmu. Aku berusaha memahami itu. Setiap hari. Setiap waktu. Aku berusaha meyakini diriku bahwa semua sudah berakhir dan aku tak boleh lagi berharap terlalu jauh.
Jika aku bisa langsung meminta pada Tuhan, aku tak ingin perkenalan kita terjadi. Aku tak ingin mendengar suaramu ketika menyebutkan nama. Aku tak ingin membaca pesan singkatmu yang lugu tapi manis. Sungguh, aku tak ingin segala hal manis itu terjadi jika pada akhirnya kamu menghempaskan aku sekeji ini.
Kalau kauingin tahu bagaimana perasaanku, seluruh kosakata dalam miliyaran bahasa tak mampu mendeskripsikan. Perasaan bukanlah susunan kata dan kalimat yang bisa dijelaskan dengan definisi dan arti. Perasaan adalah ruang paling dalam yang tak bisa tersentuh hanya dengan perkatan dan bualan. Aku lelah. Itulah perasaanku. Sudahkah kaupaham? Belum. Tentu saja. Apa pedulimu padaku? Aku tak pernah ada dalam matamu, aku selalu tak punya tempat dalam hatimu.
Setiap hari, setiap waktu, setiap aku melihatmu dengannya; aku selalu berusaha menganggap semua baik-baik saja. Semua akan berakhir seiring berjalannya waktu. Aku membayangkan perasaanku yang suatu saat nanti pasti akan hilang, aku memimpikan lukaku akan segera kering, dan tak ada lagi hal-hal penyebab aku menangis setiap malam. Namun.... sampai kapan aku harus terus mencoba?
Sementara ini saja, aku tak kuat melihatmu menggenggam jemarinya. Sulit bagiku menerima kenyataan bahwa kamu yang begitu kucintai ternyata malah memilih pergi bersama yang lain. Tak mudah meyakinkan diriku sendiri untuk segera melupakanmu kemudian mencari pengganti.
Seandainya kamu bisa membaca perasaanku dan kamu bisa mengetahui isi otakku, mungkin hatimu yang beku akan segera mencair. Aku tak tahu apa salahku sehingga kita yang baru saja kenal, baru saja mencicipi cinta, tiba-tiba terhempas dari dunia mimpi ke dunia nyata. Tak penasarankah kamu pada nasib yang membiarkan kita kedinginan seorang diri tanpa teman dan kekasih?
Aku menulis ini ketika mataku tak kuat lagi menangis. Aku menulis ini ketika mulutku tak mampu lagi berkeluh. Aku mengingatmu sebagai sosok yang pernah hadir, meskipun tak pernah benar-benar tinggal. Seandainya kautahu perasaanku dan bisa membaca keajaiban dalam perjuanganku, mungkin kamu akan berbalik arah—memilihku sebagai tujuan. Tapi, aku hanya persinggahan, tempatmu meletakan segala kecemasan, lalu pergi tanpa janji untuk pulang.
Semoga kautahu, aku berjuang, setiap hari untuk melupakanmu. Aku memaksa diriku agar membencimu, setiap hari, ketika kulihat kamu bersama kekasih barumu. Aku berusaha keras, setiap hari, menerima kenyataan yang begitu kelam.
Bisakah kaubayangkan rasanya jadi orang yang setiap hari terluka, hanya karena ia tak tahu bagaimana perasaan orang yang mencintainya? Bisakah kaubayangkan rasanya jadi aku yang setiap hari harus melihatmu dengannya?
Bisakah kaubayangkan rasanya jadi seseorang yang setiap hari menahan tangisnya agar tetap terlihat baik-baik saja?
Kamu tak bisa. Tentu saja. Kamu tidak perasa.
w/ love kartika krystal
@chachartika95

Sadarkah Kamu

Aku kira, aku sudah berhasil melupakan segala macam tentangmu. Kupikir aku siap membuka hatiku untuk seseorang yang baru. Aku yakin bahwa aku siap membuka mata dan hatiku pada orang baru yang akan membahagiakanku. Usahaku begitu keras untuk mematikan perasaan ini. Segalanya memang tak mudah karena perjuangan yang kulakukan terus berlanjut. Tak mudah mematikan perasaan pada seseorang yang bisa kita temui setiap hari. Kamu sudah jadi bagian dari hari-hariku, hampir setiap hari aku melihatmu. Perubahan yang begitu berbeda membuatku sulit menerima bahwa kita tak lagi sama. Aku melihatmu setiap hari dan untuk menganggap bahwa kita tak pernah punya perasaan yang spesial sungguh bukanlah hal yang mudah.

Apa saja yang kita lakukan selama rentetan bulan kebersamaan kita. Aku juga tak tahu apakah aku dan kamu bisa disebut punya hubungan atau tidak, karena semua berjalan dalam ketidakjelasan. Penyatuan kita juga tak menemukan titik temu. Mungkinkah dulu hanya aku yang berjuang sendirian? Mungkinkah dulu hanya aku yang inginkan kejelasan?

Kamu berbeda dari yang lainnya. Kamu sederhana, apa adanya, misterius, dan begitu sulit untuk ditebak. Wajahmu bukan pahatan seniman kelas dunia ataupun bikin pabrik yang jelas-jelas sempurna. Aku tak memikirkan bagaimana penampilanmu dan bagaimana caramu menata rambutmu. Aku mencintaimu karena begitulah kamu. Kamu yang sulit kutebak tapi begitu manis dalam beberapa peristiwa. Kamu yang menggemaskan dalam keadaan yang bahkan sulit kujelaskan. Aku sangat mencintaimu dan sekarang pun masih begitu. Sadarkah kamu?

Hari-hari kulewati dengan banyak pertanyaan. Apakah perasaanmu sedalam yang kuharapkan? Aku sedikit menangkap isyarat itu. Kamu mengajakku bicara dalam percakapan manis kita di pesan singkat. Kamu menghangatkanku di tengah dinginnya malam dengan candaan kecilmu. Bagaimana mungkin aku bisa begitu mudah melupakan hal-hal spesial yang sempat kulewati bersamamu?

Kamu bisa dengan mudah melupakan segalanya. Kebersamaanmu dengannya sudah cukup menjawab semuanya. Aku bukanlah sosok yang kauinginkan. Aku bukan sosok yang kauharapkan. Menyakitkan bukan jika keberadaanku tak pernah kauanggap meskipun aku selalu hadir dalam tatapanmu? Aku berusaha semampuku untuk membahagiakanmu, namun nampaknya usahaku tak begitu terlihat di matamu.

Dulu, kita yang banyak berbincang, kini jadi banyak diam. Setiap hari aku berusaha menerima kenyataan dan perubahan itu. Setiap hari aku mencoba meyakinkan diriku bahwa suatu saat pasti aku bisa melupakanmu. Ketika melihatmu dengannya, ada luka yang tergores lagi. Kamu belum benar-benar kumiliki, tapi mengapa aku bisa sakit begini?

Pertemuan kita tadi seperti semangat yang kembali menemukanku di sudut yang dingin dan gelap. Aku selesai menyanyikan lagu sakit hati yang kuharap bisa sampai ke telingamu

Kamu tersenyum. Sederhana sekali. Ternyata, dari banyaknya pengabaian dan rasa sakit yang kauberikan; aku masih bisa mencintaimu.


W/ Love Kartika Krystal
@chachartika95

Terlalu Cepat


Sehabis hujan sore ini, aku kembali membaca ulang percakapan kita, saat aku dan kamu masih menjadi dua manusia yang bisa dibilang punya kecocokan juga kesamaan. Aku tertawa walaupun diam-diam hatiku teriris mengingat bahwa hal-hal manis ini tak mungkin terjadi lagi. Tak mungkin lagi aku berharap bahwa kamu akan berubah jadi pria yang dulu begitu kukenal, yang kehadiran selalu sulit kuduga, dan yang diam-diam membuatkanku puisi cinta; puisi yang kubaca dengan wajah tersipu. Kenyataan yang harus kuterima, kamu bukan lagi pria yang dulu sangat kucinta, kamu berubah jadi orang asing bermata sipit, dan berhidung panjang yang mungkin tak mau tahu lagi dan sudah melupakan kenangan-kenangan kita dulu.

Rasanya aku masih mengingat kepulan asap rokokmu ketika pertama kali kita berjumpa. Aku masih mengingat wajah lonjongmu, mata sipitmu yang indah, hidung yang cukup mancung, bibir tipis melengkung sempurna yang aku biarkan terus berkata meskipun kadang aku tak memahami pikiranmu yang terlalu bebas. Aku masih ingat betapa suara beratmu merasuk masuk ke telingaku, membisikan melodi cinta yang tidak pernah kudengar sebelumnya. Aku masih menyimpan memori ketika kamu memakai kemeja biru, kulit putihmu yang berubah kemerahan ketika terkena sinaran matahari, dan banyak hal lain yang jika semakin kuingat, semakin membuat dadaku sakit. Aku tak sadar mengapa perkenalan yang tidak sengaja ini sukses membuatku berharap terlalu jauh pada sosok terlalu sempurna sepertimu.

Bagiku kesempurnaanmu adalah beban sangat berat untuk gadis seusiaku. Aku hanya perempuan biasa, kuliah di jurusan yang sangat sederhana, prestasiku tak seberapa, hobiku hanya menulis, bernyanyi dan bermimpi, hanya itu yang bisa aku lakukan. Kamu? Dan, kamu? Kamu adalah pria luar biasa, yang diceritakan begitu sempurna dalam film dan rangkaian peristiwa drama, kamu menari, bergerak, berjalan dengan anggun; sementara aku hanya gadis lugu yang hanya berani menatapmu dari jauh dan berharap bahwa pertemuan pertama kita adalah mimpi yang akan terus berlanjut. Aku berharap tidak pernah bangun, berharap tak ada orang yang menyadarkanku bahwa mendekatimu adalah sebuah khayalan yang terlalu tinggi.

Dan, ternyata kamu memang tak sejauh matahari, kamu bukanlah sebuah ilusi. Aku semakin jatuh cinta padamu, pada suatu malam di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya kala itu. Itu adalah pertemuan terakhir kita, namun kamu menghadirkan kenangan yang tak akan pernah bisa kulupakan hanya dalam waktu singkat. Aku tak pernah paham apa yang membuatmu kini menjauh, aku tak tahu mengapa kau lebih percaya cerita mereka daripada pengakuanku. Aku tak tahu mengapa hubungan yang awalnya kukira hanya main-main ini ternyata menimbulkan luka yang luar biasa dalam bagiku.

Terlalu cepat jika semua harus berakhir. Terlalu cepat jika aku harus kembali bersedih karena kehilangan kamu. Aku sedang di puncak sayang-sayangnya sama kamu, sementara kamu mendorongku dari atas sana, membiarkanku terjerambab,. terjatuh sendirian, dan kamu tertawa seakan tidak melakukan kesalahan. Ini terlalu cepat, Batu Karangku Perempuan yang selalu kamu sebut dengan Laut ini masih ingin memperjuangkan dan mengusahakanmu, tapi mengapa semalam kaubilang kamu telah bersama yang lain? Mungkin, ini tidak akan pernah adil untukku, namun apa yang bisa aku tuntut? Kita tak punya status apapun, menangispun rasanya tak akan membuat kita kembali seperti dulu.

Aku tidak membencimu. Aku cuma benci hari-hari tanpamu. Aku tidak akan pernah menyesal pernah mengenalmu. Aku hanya menyesal mengapa dulu saat kau tawarkan perkenalan, aku terlalu cepat untuk mengulurkan tangan?



w/ love kartika krystal
@chachartika95