Di tengah tugas yang berserakan, tulisan berceceran, dan tulisan-tulisan
yang tak selesai ini; aku masih sempat memikirkanmu. Mataku yang
berkunang-kunang, suara pendingin ruangan yang menambah kesan sunyi, dan
jentikkan jemari di laptop-ku ternyata tak memberi pertolongan
apapun. Hari ini, aku melihatmu dan sampai sekarang aku masih
tak berani menyapamu. Rambutmu yang telah berubah makin gondrong, aroma
tubuhmu yang bercampur dengan rokok itu, membawa kesan lain dalam
hari-hariku. Aku merindukan itu, merindukan saat kita bisa berbicara
malu-malu, bukan berjauhan seperti ini. Hal-hal yang terjadi di masa
lalu yang hanya bisa dikembalikan oleh mesin waktu, dan aku tak punya
mesin waktu. Itu berarti, aku tak dapat mengembalikan kamu yang dulu.
Kamu ingin tahu kabarku? Sampai saat ini, aku masih sering merindukanmu,
dan rasa itu hanya terobati dengan melihat isi lini waktu akun Twitter-mu,
rasa rindu yang terobati hanya dengan melihat percakapan kita beberapa tahun
yang lalu. Logatmu, selalu terngiang di telingaku, bahkan ketika puluhan orang bertanya
mengapa sosok pria perokok, berambut gondrong, dan berkumis tipis
selalu nangkring di ingatanku? Aku hanya menjawab dengan senyum
miris, dengan mata berair, dengan kata-kata yang tersirat, rasanya ingin
kumuntahkan semua, bahwa sosok itu adalah kamu. Kamu telah menjelma
secara magis dalam setiap tulisanku. Kamu, entah dengan kekuatan apa,
mampu membuatku terluka parah seperti ini.
aku sangat ingin kamu memerhatikanku seperti beberapa tahun lalu. Saat semua
terasa masih begitu manis, saat pesan singkatmu, bbm-mu, dan
sapaan ringanmu menjadi obat penenang sebelum aku terlelap. Rasanya
waktu berjalan begitu cepat, beberapa tahun yang lalu rasanya kita baru
kenalan, tapi mengapa sekarang kita telah berjauhan? Ah, andai aku punya
mesin waktu, aku tak mau gubris semua percakapan kita, kalau tahu akan
berakhir sesakit ini; aku tak mau terima kamu mengendap-endap masuk ke
dalam hatiku.
Aku tahu, kamu pernah punya yang baru kemudian melupakanku, dan sekarang
kamu dan dia telah mengakhiri hubungan kalian. Selama rentan waktu itu,
tololnya aku masih mencintai kamu. Aku masih tak punya daya untuk
melupakanmu. Kamu masih mampir di otakku, dalam berbagai rupa dan
bentuk, dengan berbagai cara dan gaya. Aku jatuh cinta dan kamu tak mau
tahu seberapa dalam perasaanku. Setiap kali melihatmu, rasanya aku ingin memelukmu semesra ketika kita bercakap di
pesan singkat. Setiap memerhatikan gerak-gerikmu, saat kamu makan,
memejamkan mata, merokok, mengangkat satu kakimu di kursi kantin, tawamu
yang membuat keningmu berkerut, dan suaramu yang
polos tapi menyenangkan itu.... rasanya aku ingin berteriak sekencang
mungkin agar rasa yang tertahan bisa terluapkan. Aku tak bisa lupa mata
itu, mata yang pertama kali bersinar sambil menjabat tanganku. Mata yang
menarikku ke dalam jurang sedalam ini, mata yang cahayanya harusnya kutolak mentah-mentah.
Aku ingin tahu cara menolakmu, melupakanmu, dan meniadakan bayangmu.
Seandainya aku punya mesin waktu, aku ingin mewujudkan keinginan itu,
mengulang segala peristiwa yang terjadi di masalalu.
aku ingin mengulang saat berada disana, menetap di sana, dan mungkin punya kisah cinta yang lebih
sukses. Tapi, aku memilih berkuliah di sini, menetap disini, dan masih memiliki luang untuk
bertemu kamu. Aku tahu Tuhan pasti punya rencana terbaik dan aku tak
menyesali semua. Aku tak pernah meminta dan memohon agar aku
mencintaimu, perasaan ini datang tanpa kumau, dan aku tak punya kuasa
untuk menolak.
Tak banyak yang tahu bahwa aku sangat mencintaimu. Tak banyak yang tahu bahwa air mataku masih terjatuh untukmu, yang mereka tahu aku hanyalah persinggahanmu, yang menjadi pengiburmu. Padahal, mereka tak tahu betapa kita pernah berjalan begitu jauh dan pernah memimpikan jika perasaan ini berakhir dalam penyatuan. Tak banyak yang tahu, Sayang, dan sampai saat ini mereka hanya bisa menertawakan kisah kita, kisah yang tak selesai, penuh bualan. Jika memang aku tak serius, mengapa aku masih ingin memperjuangkanmu sampai saat ini? Jika memang aku hanya main-main, mengapa aku masih menangis ketika bercerita tentangmu pada teman-teman kita? Mengapa? Kamu meringis dan tak bisa menjawab.
Tak banyak yang tahu bahwa aku sangat mencintaimu. Tak banyak yang tahu bahwa air mataku masih terjatuh untukmu, yang mereka tahu aku hanyalah persinggahanmu, yang menjadi pengiburmu. Padahal, mereka tak tahu betapa kita pernah berjalan begitu jauh dan pernah memimpikan jika perasaan ini berakhir dalam penyatuan. Tak banyak yang tahu, Sayang, dan sampai saat ini mereka hanya bisa menertawakan kisah kita, kisah yang tak selesai, penuh bualan. Jika memang aku tak serius, mengapa aku masih ingin memperjuangkanmu sampai saat ini? Jika memang aku hanya main-main, mengapa aku masih menangis ketika bercerita tentangmu pada teman-teman kita? Mengapa? Kamu meringis dan tak bisa menjawab.
Andai aku punya mesin waktu, sebenarnya yang ingin aku ulang adalah
masa-masa perkenalan kita, masa-masa saat aku dan kamu masih baik-baik
saja. Andai aku punya mesin waktu, aku ingin mengubah sikap-sikap
burukku yang mungkin menyebabkan kamu pergi secepat ini. Andai aku punya
mesin waktu, aku ingin.... kamu kembali.
dari pengagummu
yang tak tahu diri.
@chachartika95
Kartikakrystal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar